#NgopibarengQQ Eps. 7-5

“Oriflame itu ribet dan bikin bingung”

————————–
*sruput kopi*
Jadi sebenarnya, bisnis apa yang ga bikin bingung?
Tapi sebelum dijawab, kita samain context dulu yaa..

Bisnis disini bukan bisnis sampingan yang “upload foto, dikerjain sesempatnya, dapat sedapatnya”
Disini kita ngomong bisnis sendiri yang “bisa diwariskan, bisa jadi penghasilan tulang punggung keluarga”

Kalo produknya Oriflame dibilang setaranya sama Body Shop atau Face Skin yang sesama impor,
Maka bisnisnya Oriflame setara dengan kita buka toko sendiri atau buka usaha sendiri juga

Sejauh ini setuju yah?

Nah, bedanya ngejalanin bisnis Oriflame dengan bisnis konvensional adalah : ILMU

Di Oriflame, ILMU itu ada dibagikan GRATIS dimana mana.
Upline akan berbagi tanpa nutup nutupin
Webinar ada sebulan paling ga 4-8 kali, kalo rajin mau dengerin rekaman tiap hari pun ada stoknya
Dan aku yakin, di grup upline pun tiap hari pasti ada aja pembahasan, mau itu tentang produk, tenang cara nanggepin prospek, atau soal naik level dan insentifnya.

Nah, dengan ilmu bejibun gini kenapa ada dua hasil yang berbeda?
Ada yang bisa melesat naik level terus
Ada yang tetep ngerasa Oriflame itu ribet.

Dilihat dari yang paling basicnya aja : cara mereka memanfaatkan grup.

Leaders yang naik level, melihat grup sebagai “sumber” ilmu.
Jawaban atas pertanyaan leader lain diserap, dicatat dan dipahami, sehingga disaat mendapatkan pertanyaan yang sama dari downline / prospek, dia udah tau jawabannya tanpa nanya ulang di grup

Leaders yang stuck dan ngerasa ribet, melihat grup sebagai tempat “QnA” – kalo butuh nanya, kalo gak isinya ga dibaca.
Kalo udah dijawab pun, ga dicatet. Ntar kalo butuh, nanya lagi meski udah pernah nanya sebelumnya.

“Males mba, scroll up jauh kalo ga dibuka.. isinya banyak banget pening kalo mau baca” — bersyukurlah kalo grup upline rame dan banyak yang kudu dibaca.. berarti pembinaan masih aktif disana 🙂

*sruput kopi*
☕️☕️☕️☕️☕️☕️☕️☕️

“Aku malu mba kalo aktif di grup, tapi aku menyimak koq”

Definisi ‘menyimak’
Indonesian to Indonesian
verb
1 mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yg diucapkan atau dibaca orang

2 meninjau (memeriksa, mempelajari) dng teliti
source: kbbi3

Kalau beneran menyimak, ilmu yang ada di grup itu cukup koq buat bikin jualan lancar, buat bikin khatam dengan ilmu produk.
Tapi kalo jualan untungnya tipis karena “sedapatnya”
dan level juga ga naik naik, apalagi sering kelewat promo karena ga tau atau salah prosedur input,

kan bikin aku jadi begini 🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔

Kalau upline ada grup, syukurilah dan manfaatkanlah.
Banyak leader Oriflame yang ingin naik level tapi tidak mendapatkan pembinaan didalam grupnya.

Sampai ketemu di sesi ngopi berikutnya yaaaa
☕️☕️☕️☕️☕️☕️☕️☕️☕️

bit.ly/tanyaQQ

Support datang dari bukti adanya progress

Saya sering mendengar kata-kata ini dari downline :

“Tidak didukung suami”
“Hanya dipandang sebelah mata oleh orang tua”
“Dicibir dan diremehkan oleh mertua”

saat mereka sedang berjuang untuk sukses di Oriflame.

Akhirnya? mereka memutuskan untuk MENUNGGU restu dari orang terdekat dulu baru akan mulai menjalankan bisnis Oriflamenya dengan serius.

Karena menunggu restu, mereka diam.
Karena mereka diam, hasilnya ga ada.
Kalau hasil ga ada kira kira restu keluar ga yah?

Continue reading “Support datang dari bukti adanya progress”

Go 180, not 360

Fakta :

Aku bukan tipe orang yang suka ngikutin infotainment atau berita seputar artis. Jadi bisa dipastikan aku tidak pernah ngikutin Indonesian Idol.

Barusan, suami sharing cerita tentang salah satu ex-juara Indonesian Idol : Aris.

Suami : Kamu ingat dulu aku cerita soal peserta Indonesian Idol yang bikin Titi DJ nangis?

Me : yeah. why? *setengah fokus disambi baca training*

Suami : Dia menang Indonesian Idol.

Me : Uh huh… *masih setengah fokus*

Suami : Dia sekarang kembali jadi pengamen

Me : EH? o.O

Continue reading “Go 180, not 360”

Hello 2015!

Biasanya, postingan tahun baru punya tipikal yang sama :

“Hello 2015!

Ini resolusi tahun baru ku untuk tahun ini :

(insert list here)

semoga tercapai! ciayo!

— end post”

dannn… secara tipikalnya, by end of year, ga ada kejelasan berapa % dari list resolusi tersebut yang tercapai, kemudian di tahun depannya, resolusi yang sama bakal muncul lagi :p

Seperti postingan yang kutemui di Instagram :

New Picture

“Goal ku untuk 2015 adalah mewujudkan goal 2014 yang semestinya sudah kuselesaikan di tahun 2013 karena aku sudah berjanji di tahun 2012 dan merencanakannya di tahun 2011”

Hum.

My kind of past mistake.

So, this year, mari kita coba ganti dari “New year resolution” menjadi “New month resolution”

why?

Karena dengan target bulanan, kita bisa lihat hasilnya dalam 30 hari dan evaluasi what went wrong and what fixes need to be done A.S.A.P.

Agree?